Dari Sini……. (ptsm part 1)

Padang panjang, musim dingin tengah bulan februari 1999

“ya Allah sayang, kamu kok kurus banget! dikasih makan apa disini, hah?!”, tetes linangan air mata ibuku tak henti mengalir saat untuk pertama kali melihat dan memeluk anak bungsunya setelah hampir empat bulan ia tinggalkan disini… di tempat ini. Betapa tidak shock beliau saat melihat anaknya yang dari kecil tinggal bersamanya, walaupun diasuh oleh seorang pembantu yang dia tau berat badannya hampir 60 kilo saat berumur 12 tahun kini bak terlihat remaja slim yang hasil timbangan badannya tak lebih dari 40. Ketawa kecil mengejek dari kedua kakak perempuanku yang juga di “buang” dikota yang sama tak pelak mengganguku sedari tadi.

Tepat pertengahan tahun lalu, kedua orang tuaku memutuskan dengan tanpa perundingan untuk menempatkan aku jauh dari mereka, entah apa alasan mereka … belum terlintas dalam logikaku saat itu. Pilihan terbaik adalah menempatkan aku dikota yang sama dimana kedua saudari perempuanku mengais pengetahuan… entah apakah mereka nyaman atau tidak dengan keputusan egois yang diterima mereka dulu yang saat ini pun tak pelak datang kepadaku… namun, rinai bahagia nampak dari mata mereka. Nah, inilah aku saat ini… sudah hampir empat bulan dinyatakan syah menjadi salah satu murid di PTSM, sebuah boarding school paling modern dan bergengsi yang terletak di kota dengan julukan seribu masjid itu.

hayoo… manga disininan… siko lah main*” suara lantang hatta kakak seniorku yang juga sepupuku hentak mengejutkan lamunan dan membuyarkan kesedihanku saat itu. Maklum, the boy next door yang tinggal dibawah ketiak ayah… yang masih netek sama ibu, yang selalu dapatkan hal-hal yang diinginkan, bahkan yang masih dicebokkin oleh pembantu hingga umur 11, harus mengalami perubahan suasana lingkungan dan hidup yang drastis dari segi manajemen diri, waktu, dan emosi.

“masa sih buk… ,masa ini kurus, biasa aja kok”. Kecemasan dan linangan air mata ibuku sore itu aku lenyapkan dengan keceriaan dan senyum-tawa. Keceriaan yang nyata tentunya… aku dan diriku empat bulan lalu adalah mungkin pribadi yang sedikit berbeda, bahkan wanita yang telah melahirkan dan membesarkanku ini sedikit tak mengenal lagi jagoan kecilnya yang dulu, yang pernah ada. Kisah unik ini bermulai dari sini… dari tempat ini. Pencarian jati diri seorang bocah labil nan manja, mencoba hal-hal baru yang sedikit “nakal”, atau bahkan tempaan beban psikis, fisik dan mental juga akan dimulai dari sini.

yokatta!

Pagi Jakarta, 3 januari 2013

                Tetes keringat dingin mengalir perlahan  menuruni kening hingga jambangku seiring dengan mendung pagi yang semakin kelam kelabu itu…, detak jantung perlahan menderang-menggebu mempercepat frekuensi getarannya hingga sedikit tak terkendali. Kukembalikan satu sendok suapan bubur ketan item yang sudah kupesan sedari tadi, namun hanya beberapa bagian darinya masuk ke kerongkongan ku… selebihnya masih saja meneriakiku dari mangkuk putih mungil itu sambil berkata bite me. Entah apa gerangan rasa dikalbu pagi itu… resah, gundah, menggelora menyerang semua sendi dan sudut jiwa. Ada yang tak biasa memang kurasakan sejak terlambat bangun pagi itu… berujung pada terlambat menempelkan telunjukku di keyfinger pintu masuk kantor, sebagai tanda waktu kedatangan.

Kegelisahan ini mungkin disebabkan ada kebiasaan pagi yang sedikit terlupakan karena entah terlalu bersemangat atau sebuah kelalaian bertarung menerjang waktu dan kemacetan pagi Jakarta.

“sial!, gw cabut dulu yah… lagi gak okeh nih”. Ku sempatkan berpamitan kepada beberapa rekan kerja yang juga sedang menyantap lahap rejeki pagi mereka di warung kopi belakang menara Batavia itu. diiringi langkah kecil namun cepat kukayuh semangat untuk menuju tempat yang paling cocok untuk meluapkan emosi dan gelora yang hampir meluap ini. “ruang di belakang kantin itu, atau di lantai tiga yah!?”, sedikit opsi terbersit dalam hati… memilih tempat yang tepat dan sejalan dengan waktu tentunya… tidak terlambat, itu saja intinya. “crap!, no place for me here”. Derap langkah kaki kecilku semakin cepat kuayunkan menerobos anak tangga basement kantin hingga lobbi saat ku ketahui bahwa tak ada kesempatan untukku diruang belakang kantin itu. kuraih cepat tombol lift naik sesaat tiba di lobby gedung. Satu menit berada di lift berasa satu jam sambil beberapa kali melihat ke jam tangan police chronogram hitam milikku. “ting… tong”, lantunan pertanda lift berderang menandakan aku sudah berada dilantai 3A, tepat dimana aku bekerja. Tak kuhiraukan beberapa sapaan dari rekan kerja saat itu… tanpa fikir panjang, jiwa-raga dan hati tertuju kesana.

“pyuuufft!! Yokatta, ada toilet yang kosong!”

‘Just’ Friend.

“kalian tuh pacaran gak sih?, dari semester satu udah deket banget boo!”, lantunan pertanyaan dari bibir bawel itu tak habis-habis menemani waktu perjalanan mereka mengurusi administrasi persiapan kewisudaan di kampus biru Jogjakarta. “enggak! Kita Cuma temen kok!, temen”. Balas andin tegas pada mitta teman se-SMAnya namun beda major di UGM. Diko Kurniawan, sedari tadi sosok laki-laki ini yang asyik mereka gosipkan. Semua mahasiswa ekonomi UGM mulai angkatan 2004 sampe 2007 sudah tak heran tentang kedekatan andin dan diko. Menghabiskan waktu belajar bersama, diskusi, membuat jurnal, seminar, ORMAWA, bahkan jogging minggu pagi yang rutin dilakukan oleh sebagian mahasiswa UGM pun mereka lakukan bersama. Andin punya pribadi yang luar biasa menurutku. Cerdas, cantik, inggris nya jago, jepangnya fasih. Walaupun memang bukan dari keluarga berada, andin yang aku kenal selama ini adalah pribadi yang mandiri, tak bosan mencari beasiswa kampus untuk membiayai sarjananya yang hampir ia habiskan selama tiga setengah tahun. Lain lagi dengan diko, cerdas memang… tapi mungkin karena terlalu dimanja oleh orangtuanya yang kaya, membentuk pribadinya yang pemalas, cuek dan egois. Keberadaan andin disekitarnya senantiasa mengisi kekurangannya… mereka klop… mereka saling melengkapi.

Mereka mungkin serasi, tapi untuk masalah status dan ketegasan hubungan, mereka belum begitu serasi. Andin memang memiliki perasaan lebih kepada diko dari hanya sebagai teman. Terlihat jelas dari cara dia memandang, mengagumi, merespon pembicaraan, perhatian yang dia berikan… segalanya menyampaikan kejujuran cinta… kasih yang tulus. Namun, sebagai seorang wanita… andin merasa bahwa dirinya tak layak untuk memulai menyampaikan sebuah ketegasan antara hubungan mereka menjadi sebuah hubungan yang lebih dari sebuah pertemanan. Andin tak berani, andin menunggu…. Menunggu action dari diko lebih dulu. Yang andin takutkan adalah, jika seandainya rasa yang sama itu tak dimiliki oleh diko terhadap dirinya, maka pertemanan mereka yang mereka pupuk sejak lama akan memudar begitu saja.

Diko… diko, ketakutan yang sama pun juga dimiliki olehnya. Badannya yang gede, gayanya yang katanya macho tak sebanding dengan keteguhan dalam hatinya. Diko belum mampu mengumpulkan sebuah keberanian untuk mengungkapkan rasa… kasih dan cinta yang selama hampir tiga tahun itu telah ia rasakan sendiri. Memang benar kata orang, jarak adalah penghalang dari sebuah hubungan… setelah mereka menerima gelar sarjana, perpisahan pun tak bisa dihindari. Diko kembali ke Jakarta memenuhi perintah orang tuanya…. Sedangkan andin kembali kekampung halamannya di Surabaya. Apapun mereka lakukan untuk melepaskan hasrat rindu, kasih dan sayang. Telpon, sms, chatting hingga skype pun tak pelak dilakukan hampir setiap hari. Menceritakan hal-hal baru yang ditemui ditempat kerja, meluapkan kesedihan dan keluh-kesah serta menceritakan kabar gembira. Namun, lagi-lagi… tak seorangpun dari keduanya berani menyampaikan perasaan kalbu.

Tepat dua bulan yang lalu… diadakan reuni akbar fakultas ekonomi UGM. Sebuah event yang telah hampir setahun ini ditunggu olehnya. Ditunggu untuk bisa berjumpa… berjumpa dengan teman… teman hatinya, yaitu diko. Andin sudah tak tahan dengan kondisi mereka yang tidak jelas ini… dia berniat untuk menyampaikan segala hal yang ia rasakan selama ini pada diko saat mereka bertemu nanti. Entah apa reaksi diko setelah mendengarnya, entah apa resiko yang akan dia dapat… setidaknya, ada kejelasan setelah ini… teman atau lebih dari itu. hal ini juga menjadi alasan mengapa andin tak pernah menerima rasa peduli yang lebih dari laki-laki lain selama dia bekerja di Surabaya.

 Sedih, marah, gembira, kecewa… semua rasa jadi satu ketika itu, rasa yang dialami andin. Gelap malam diwarnai hujan deras saat reuni waktu itu menjadi warna sendiri dalam kenangan hidupnya. Pembicaraan mereka pun telah usai dilakukan, masing-masing hati ternyata telah tersampaikan geloranya… masing-masing hatipun ternyata memiliki nada yang sama… selaras dengan harmoni kasih. Malam itu, diko lah yang pertama kali menyampaikan rasa hatinya pada andin… kalo andin adalah cinta sejatinya selama ini, namun… lanjut diko… cinta sejati mungkin tak harus bersama selamanya. Sambil mengeluarkan surat undangan pernikahan, diko agak terbata-bata menjelaskan kapan dan dimana resepsi pernikahannya akan dilangsungkan… air mata mereka pun tak terbendung. Andin dan diko adalah kisah cinta dalam balutan persahabatan.

“mas rangga, ini andin… aku pake hapenya adek. Jangan lupa tar sore kita fitting baju buat resepsi. Ketemuan disana yah, sayang”.  Sms dari andin menghentakkan mimpiku pagi itu. tepat delapan jam lagi adalah malam resepsi pernikahan kami. Datang yah! 🙂

Image

Image source. animanga-oushiza.blogspot.com

Breathe (part 2)

kereta semberani tujuan pasar turi surabaya akan segera berangkat dari stasiun gambir pukul 20.05 dijalur lima, terima kasih”. Suara itu sedari lima belas menit tadi tak henti-hentinya berkumandang. Tidak kurang dari sepuluh menit laju diesel kereta ekskutif ini akan membawaku pulang kerumah. Setidaknya, ini yang menurutku hal paling dewasa yang bisa aku lakukan saat ini… refreshing, tidak memikirkan sejenak masalah ini. Deras air mata tak terbendung luluh dari kelopak mata nan indah milik pacarku, kanya, setelah kuceritakan hal sebenarnya tentang bagaimana keadaan harry dan semua perasaannya malam itu. Kami berdua merasa amat sangat bersalah… disisi lain, harry sama sekali tak pernah menceritakan siapa gerangan wanita bernama dewi itu. Sedangkan kanya juga tak tahu perasaan yang terbendung besar yang telah terpupuk lama dalam kalbu harry selama ini. Dia hanya menganggap harry sebagai sahabat sedari kecil dulu… bak saudara laki-laki. Aku bertemu kanya saat kita masih kuliah di universitas airlangga. Dia junior dua tingkat dibawahku dan sama-sama menekuni photografi. Dulu kanya sempat cerita kalo dia dan orang tuanya sering berpindah-pindah tempat tinggal karena keperluan kedutaan dan disurabaya, kanya tinggal bersama nenek dan tantenya.

                “Dzzz…zzzzz”, galaxy sIII milikku tak berhenti berdendang seolah memberi kabar pada tuannya ada pesan yang datang setelah tak ku aktifkan tak kurang dari seminggu. “duabelas mailbox dan lima pesan masuk?” sudah hampir seminggu aku dirumah, sengaja ngambil sisa cuti akhir tahun. “dari nomor asing, kok?”. Satu persatu pesan itu kubuka.

                “mas bagus, ini mamah sukabumi…, apa kabar nak?”

                “mamah mau kasih kabar kalo harry sudah meninggal dunia…. Dua hari setelah mas bagus pergi dari rumah sakit malam itu”

                “maaf mamah Cuma bisa sms, mamah udah coba nelpon, tapi hapenya gak aktif”

                “kalau kamu udah baca pesan mamah, segera datang ke sukabumi yaa… ada titipan surat dar harry buat kamu”.

                Tak lama ku senyap sejenak… nafas serasa begitu sesak, aliran darah serasa sendat, fikiran serasa lenyap, tubuh tak berhenti bergetar, begini rasanya putaran bumi berhenti… serasa waktupun ikut berhenti. Tak banyak air mata yang keluar, namun sesak didada tak mampu dibendung. Segera aku berkemas, memberitahu bapak ama ibu dan minta ijin mereka untuk berangkat ke sukabumi. Mereka  titip salam untuk keluarga harry disana, terutama mamahnya.

                “ini pesan singkat yang ditulis langsung oleh harry, katanya gak boleh dibaca… langsung kasih ke kamu”. Secarik kertas lusuh dialunkan dari jemari tangan wanita paruh-baya ini. Terlihat dari matanya yang sembab dan layu kesedihan yang mendalam kehilangan anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga. Baru satu jam aku berdiam di rumah harry, mamah sedang menyiapkan sedikit makanan buatku… dia tahu betapa letihnya perjalanan kereta selama delapan jam. Nanti malam adalah nujuh hari meninggalnya harry, namun surat itu belum juga sempat aku baca… aku putuskan untuk membacanya bersama dengan kanya di Jakarta.

                “Gus, terima kasih banyak untuk semuanya…waktu, sikap yang baik… kamu patut jadi tauladan. aku liat kamu pelukan ama dewi di lift semanggi malam itu… aku kaget, marah, sedih… makasih buat semuanya. Tolong jaga dewi buat aku… kalian serasi, menyatulah dalam biduk pernikahan demi aku… demi aku”. Surat lusuh ini kubaca perlahan bersama kanya… kanya dewi. Terlihat jelas goresan pena yang tak beraturan didalamnya… Nampak ditulis oleh seseorang dengan kondisi amat kurang baik, gemetar tubuhnya pasti. Ternyata sehari sebelum aku pulang… dia sadar selama beberapa jam… dan menyempatkan menulis surat ini untuk ku… untuk kita.

Image

image source. http://deculture101.wordpress.com/category/home/anime/

 

Breathe

“masih… kita masih sering kontak ampe sekarang kok”. Kisah harry dan idaman hatinya yang terdengar khayalan itu sengaja tak ingin kupotong alunannya, biarlah mengalir bak air bah menuju hilir kepuasan hati meski sedikit rasa bosan hati dan telinga mendengarnya. Demi sahabat, egoisme diri patut dinomor-sekiankan. Harry sosok yang baik, cerdas, namun agak banyak  introvert . kita berkenalan saat diriku pertama kali masuk kantor ini, tepatnya 2 tahun lalu. Ilmu psikologi yang kuperlajari di kuliah tak pelak membuatku mudah untuk kenal dan menjalin hubugan dengan orang lain. Mungkin aku salah duanya dari sosok sahabat yang dekat dengan harry, yang lain adalah dini, HR Assistant dikantor. Aslinya itu adalah salah satu tanggung jawab kerjaan yang musti dia laksanakan. Mendengar curahan masalah, memberi alternative solusi atau apapun lah yang menunjang psikologis pegawai. Apalagi harry adalah salah satu karyawan paling berpotensi dikantor. Sedangkan gw berdiri sebagai seorang yang dengan berbaik hati dan ikhlas mendekat dan berbagi masa dan kisah. Namun sekarang ceritanya sedikit berbeda, waktu membawa kita semakin dekat bak saudara. Saudara yang berteman atau teman yang bersaudara, entahlah… dua istilah itu sangat sulit untuk di interpretasikan berbeda.

Dia sering cerita tentang masa kecilnya yang bahagia, masa-masa yang dia habiskan bercengkrama, melalui suka-duka  dengan satu-satu sahabat perempuannya yang kini selalu dia damba-dambakan kehadirannya. Dewi, hanya nama itu yang dia ijinkan aku untuk mengenal… selebihnya dia hanya bercerita tentang paras yang cantik, karakter yang ceria, pribadi yang baik hati. Mereka terpisah saat orang tua dewi harus mengemban tugas negara hijrah ke hongkong untuk  urusan kedutaan. Masa itu belum dikenal email ataupun fax, masa pun dengan kuasa melenyapkan komunikasi mereka bak badai besar menerbangkan debu. Harry benar-benar mengagumi wanita ini dengan paras dan karakter dia yang dulu,.. mudah2an tak banyak perubahan yang terjadi padanya… hingga tak pun terlintas kecewa di mata harry saat melihatnya nanti saat mereka jumpa. Seminggu yang lalu dengan riang gembiranya harry bercerita padaku bahwa wanita bernama dewi ini menghubungi dia lewat email. Dewi mengatakan bahwa dirinya sekarang sedang berada di Jakarta, dan meminta waktunya untuk berjumpa, bercengkrama kembali, melepas semua hasrat rindu, mengalunkan kisah-kisah mereka bersama.

Dua hari yang lalu janji itu dibuat, sky dining plaza semanggi menurut rencana bakal menjadi kenangan hidup mereka berdua.. menghabiskan malam bersama. Sudah hampir 30 jam belakangan ini harry tak sadarkan diri. Disini sekarang, aku duduk tepat disampingnya… dalam ruang ICU rumah sakit siloam sudirman lantai lima. Tak tau apa yang sebabnya, tepat dimalam yang sama mereka membuat janji bertemu… harry ditemukan tak berdaya dijalanan karena tertabrak mobil. Seseorang menghubungi ponselku tepat satu jam setelah kecelakaan terjadi. Aku langsung memberitahu mamah di sukabumi tentang keadaan anaknya dan sekarang mereka dalam perjalanan. Pikiranku kacau saat ini yang ada dalam benakku saat ini adalah dimana keberadaan wanita yang bernama dewi itu… apa yang terjadi malam itu antara mereka berdua. “yang, lagi dimana? … aku mau jenguk temen di rumah sakit”. BBM dari kanya masuk namun masih sempat aku baca. Kanya adalah pacarku sejak kuliah di Surabaya. Dia baru datang ke Jakarta tiga hari lalu… terakhir jumpa bersama saat makan malam sebelum aku dapat kabar kurang baik ini, karena saking paniknya aku tak sempat memberitahu dia keberadaanku hingga saat ini. “oke yang, aku juga lagi dirumah sakit, jenguk temen” tak menunggu berapa lama aku langsung balas BBM nya.

Tak kurang dari satu jam derap langkah mendekat merapat semakin jelas dari kejauhan.. ah, paling juga suster jaga.. mamah mungkin baru sampe tar sore. “yang!, kamu ngapain disini…. Kamu kok kenal harry sih?”. Kaget bukan kepalang saat ku dengar suara kanya lantang diiringi langkah cepat mendekat memeluk… kanya… kanya dewi pacarku…. Dan juga ternyata wanita dambaan harry.

 Jujur, sesak nafas ini saat mengetahui kenyataan yang ada. Tak bermaksud apapun apalagi sampai menyakiti teman dan saudara sendiri tapi beginilah adanya… I can’t breathe
without you, but I have to
. Aku tak bisa memilih salah satu dari keduanya… kuputuskan untuk pergi. Aku juga tak  meminta dan memaksakan kanya untuk menyukai harry melebihi dari sebuah persahabatan.

Image

By-AN

“sejak kapan?”, “sejak dua tahun lalu…” sempat curcol semalem ama temen kantor, cowok lagi…cowok lagi… dia sempat tanya “kapan terakhir pacaran?”. “pyuufff!!” sering liat di time line, kalo jomblo adalah pilhan, benarkah? tapi keknya kehidupan asmaraku hanya berakhir pada pertemanan, friend zone here!!!.  Ato aku telah terkena kutukan perawan tua buruk rupa saat aku berumur 7 tahun, dan baru kualami saat umurku menginjak 24? Belum tua-tua amat kok! Jangan tertawa dong….karena kalian akan buat aku chedih. Keknya mulai dari SD hormon testosteronku berproduksi berlebihan dalam tubuhku. Nia, Cuma dia satu-satunya temen cewekku yang paling deket… bukan temen juga sih, lebih tepatnya sepupu, selebihnya? “Dony, Riyan, Riko, Nanda, Dion….”

Image

 “byan itu lumayan loh dan ada inner beauty juga kalo aku liat, tapi perlu sedikit ditambah ramuan kekemayuan” komen manis dari albi, cowok manis darah padang yang duduk pas disamping cubicle ku dikantor. “baru kali ini gw denger cewek ngomong asal-asalan kek gitu selama gw idup!!, ya elu sis!!” komen lain lagi dari cowok yang hampir 70 persen dari percakapannya sehari-hari dihabiskan menggunakan bahasa linggis pake aksen british, padahal managerku yang aslinya wong londo gak gitu2 amat ngomongnya.. dasar dia aja yang lebayatun sangat. Yang jelas kondisiku belum berubah, tetap menjadi gadis paling ayu nan kemayu diantara para teman laki-lakiku. *tepok jidat*.

“udah ah.. gw cabut! Eneg gw denger kalian ngomongin si lintang mulu!”, ketus suaraku membuyarkan saut-riuh lelaki-lelaki girang ini. Hentak langkahku tegas mengalun menjauhi kerumunan mereka… “eh, mau kemana?, jadi ikutan gak nih tar malem?” suara dion sempat menghentikan langkahku sejenak. Dan langsung kujawab dengan penolakkan.. penolakkan lagi. Setidaknya ini yang ketigakalinya acara hangout mereka dengan ketiadaanku menyertai. Entahlah, siapa yang berubah… aku, atau mereka. Sejak kedatangan karyawan baru itu, semua kondisi berasa aneh, semua sudut kantor berasa bergerak mendekat. Menghimpit hingga makin sempit saat semua bibir-bibir manis tanpa mengenal waktu dan tempat sempat-sempatnya melantunkan dialog tentang dia… dia dan dia lagi.

Sudah seminggu gw murung terus, gak tau apa perihal terjadi dalam hati…  seolah-olah hidup sendiri tanpa seorangpun perduli. Oke fine!, gw cemburu, iri, jealous atau apalagi istilahnya.. semua perhatian yang dulunya milikku jadi miliknya, semua kekaguman yang dulunya dinobatkan kepadaku berbalik arah jadi haknya, semua laki-laki yang sudi mendengarku dulu kini enggan lagi mengorbankan telinganya untuk ceritaku. Aaaarrrrgggh!!. Terus gw mesti gimana? Aselinya tampangnya gak cantik-cantik amat kok, bisa diadulah ama gw.. tapi apa gerangan dibalik kharismanya. Preeet!

                “Saat masa berlalu… berlalu pula kenangan, kebersamaan, dan cinta kasih. Hentikan masa!, hanya milik Tuhan kuasa itu”.  Ceritanya gw lagi galau nih… mood naik turun, jari-jemari gak bosen-bosen ngetwit perihal hati, perasaan, dan antek-anteknya. Kalo ada pemilihan ratu galau sejagat, gw dengan ikhlas hati untuk mendaftarkan diri. Sejenak terbersit dalam hati, “kenapa gw kek gini yak?!, mereka kan Cuma temen, gak lebih.. memang sih ada beberapa orang diantara mereka yang gw suka… tapi kan mereka juga punya hak buat memilih dan menentukan dimana, dengan siapa, bagaimana waktu mereka dihabiskan. Come on byan! Move on!, bego’ nya gw, kenapa gw baru sadar sekarang yak?. Ternyata selama ini gw egois banget… ya ampun gusti….

                “Be flexible, jadilah pribadi yang menyenangkan.. “

                “menyenangkan… tak hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang lain”

                “Pribadi yang manis bak gula, bakal banyak semut yang mendekati”

                Beberapa bait kalimat kramat masih sempat gw layangkan di timeline twitter sebelum beranjak menuju mimpi. Gw niatkan dalam hati untuk mulai memperbaiki sesuatu yang perlu diperbaiki, menyadari bahwa selama ini gw sedikit keliru… gw ingin nikmatin hidup,,, tapi bukan dengan yang seperti ini.

                Sudah  tiga bulan ini gw sedikit melakukan renovasi hati dan emosi, mencoba menghormati segala pandangan, memulai untuk mendengar dan memberi solusi, memperbaiki dan memanfaatkan moment yang ada… banyak perubahan yang dirasa memang… banyak tawa-canda bahagia yang sudah dilewati… hidup memang seperti inilah adanya…

                “Dzzzzz…. Zzzz….” Getar suara BBM masuk dari Dakota hitam milikku. “ gw udah dibawah”. Kubaca sekilas tanpa sempat kubalas BBM dari nata, teman yang baru seminggu ini masuk kantor. Udah ah,,.. gw mau jalan ama doi. Tar kita sambung lagi.

                                                                                                                          Byan’s Diary.