Dari Sini……. (ptsm part 1)

Padang panjang, musim dingin tengah bulan februari 1999

“ya Allah sayang, kamu kok kurus banget! dikasih makan apa disini, hah?!”, tetes linangan air mata ibuku tak henti mengalir saat untuk pertama kali melihat dan memeluk anak bungsunya setelah hampir empat bulan ia tinggalkan disini… di tempat ini. Betapa tidak shock beliau saat melihat anaknya yang dari kecil tinggal bersamanya, walaupun diasuh oleh seorang pembantu yang dia tau berat badannya hampir 60 kilo saat berumur 12 tahun kini bak terlihat remaja slim yang hasil timbangan badannya tak lebih dari 40. Ketawa kecil mengejek dari kedua kakak perempuanku yang juga di “buang” dikota yang sama tak pelak mengganguku sedari tadi.

Tepat pertengahan tahun lalu, kedua orang tuaku memutuskan dengan tanpa perundingan untuk menempatkan aku jauh dari mereka, entah apa alasan mereka … belum terlintas dalam logikaku saat itu. Pilihan terbaik adalah menempatkan aku dikota yang sama dimana kedua saudari perempuanku mengais pengetahuan… entah apakah mereka nyaman atau tidak dengan keputusan egois yang diterima mereka dulu yang saat ini pun tak pelak datang kepadaku… namun, rinai bahagia nampak dari mata mereka. Nah, inilah aku saat ini… sudah hampir empat bulan dinyatakan syah menjadi salah satu murid di PTSM, sebuah boarding school paling modern dan bergengsi yang terletak di kota dengan julukan seribu masjid itu.

hayoo… manga disininan… siko lah main*” suara lantang hatta kakak seniorku yang juga sepupuku hentak mengejutkan lamunan dan membuyarkan kesedihanku saat itu. Maklum, the boy next door yang tinggal dibawah ketiak ayah… yang masih netek sama ibu, yang selalu dapatkan hal-hal yang diinginkan, bahkan yang masih dicebokkin oleh pembantu hingga umur 11, harus mengalami perubahan suasana lingkungan dan hidup yang drastis dari segi manajemen diri, waktu, dan emosi.

“masa sih buk… ,masa ini kurus, biasa aja kok”. Kecemasan dan linangan air mata ibuku sore itu aku lenyapkan dengan keceriaan dan senyum-tawa. Keceriaan yang nyata tentunya… aku dan diriku empat bulan lalu adalah mungkin pribadi yang sedikit berbeda, bahkan wanita yang telah melahirkan dan membesarkanku ini sedikit tak mengenal lagi jagoan kecilnya yang dulu, yang pernah ada. Kisah unik ini bermulai dari sini… dari tempat ini. Pencarian jati diri seorang bocah labil nan manja, mencoba hal-hal baru yang sedikit “nakal”, atau bahkan tempaan beban psikis, fisik dan mental juga akan dimulai dari sini.

Saksi Puncak Merpati T_T

“ustad…!! Alfian jangan dibotak ustad!!” riuh teriakan wanita-wanita berbalut seragam putih nan bersih di atas atap gedung yang menghadap kebarat itu tak menyulutkan nafsu membara manusia-manusia ini untuk mengayunkan gunting2 itu, memangkas habis rambut ikalku. Setidaknya ini konsekuesi yang mesti dibayar oleh ku dan hampir 65,5 %  total santri di PTSM setelah pulang dari puncak merpati.  Ini putaran yang kedua-puluh lari mengelilingi garis luar biru lapangan basket pondok, entahlah sampai putaran keberapa aku bisa bertahan. Selain penat dan letih, ada satu pelajaran yang kami dapat setelah berpapasan dengan group pendaki gunung yang mencoba untuk mencari jalan pintas turun dari puncak merpati hingga ke kaki gunung dibagian ibukota negeri tanah datar, batu sangkar.  namun kesepuluh dari mereka dinyatakan hilang tanpa jejak, dan setelah satu bulan mereka dinyatakan meninggal dunia, itu yang tertulis di halaman utama harian minang kabau post. Pelajarannya adalah hendaklah berfikir lebih matang dan dewasa untuk menentukan suatu hal yang kamu sendiri tak mengenal banyak tentang perkara itu. CMIIW 🙂

NI…………

“Trak…trak..trak” langkah2 kecil dan cepat melewati jalan menurun sekelompok anak hilang yang berlenggak-lenggok tepat didepanku terdengar berirama. Cuma sinar lampu jalan raya yang sesekali mati itu menjadi penerang tiap langkah kami pulang ke asrama. Kita telah melakukan kunjungan, wew.. terdengar sangat ilmiah. Ya… kunjungan ke Nurul Ikhlas, pondok pesantren yang berada di antara padang-panjang dan bukit tinggi. “ke NI yuk!!??”, istilah lain untuk merujuk pada kegiatan “kunjungan” itu. “bungggcccuuuttt!!, kunjungan itu terasa addict buat kami, dan akhirnya menjadi sebuah rutinitas baru bagi anak-anak ABG yang sedang mencari jati-diri yang masih hilang-melayang. Tak perlu diekspilistkan disini gerangan apa yang di dapat oleh para pengembara jiwa disana,. Cukup para pelakunya saja yang mengingat betapa berwarnanya masa lalu itu dan sebagai pengingat untuk menyadari hal2 yang baik dan buruk. Satu kata dariku. “ke NI lagi yukk!!??” 😀

langkah

source. http://dwardhani.blogspot.com/2011/08/langkah-kaki.html

PeTeeSeM part 1

“swing ato swim?”, dua kosa-kata lama yang punya makna berbeda keluar dari rongga indra pengecap fadhil, seorang senior yang bertubuh mungil namun bergaya mentereng sambil menyodorkan ajakan pergi dari asrama. Makna swim tetap berenang namun merujuk pada pool yang berada tepat dibelakang perguruan tinggi diniyyah puteri, sebuah perguruan yang tidak asing buatku. Setidaknya kedua saudara perempuanku mengais pengetahuan disana. Sedangkan swing, bukan makna berayun ato ayunan, namun merujuk pada sebuah spot di dekat junction pertigaan yang ada di tengah kota padang-panjang mengarah ke bukit tinggi, tempat mereka menghabiskan malam didepan game PS. Saat itu aku baru mengenal tempat2 nan menawan lagi asyik buat menghabiskan waktu selain wirid hadaad di magrib dan wirid lathif saat menjelang pagi. Perubahan dramatis dalam jasad dan ruhaniku amat terasa setelah kejadian naas itu, setelah terbaring 3 hari di YARSI, aku seperti digandoli dedemit penunggu rumah sakit. Pangeran kecil, pemalu, lugu, baek hati, rajin ibadah, dekat dengan orang2 sholeh (willy, alnof, ferdinur , azmi etc) bermetamorfosis menjadi sesosok makhluk bertanduk merah. Ini takdir, banyak hal yang kudapat disetiap menit fase kehidupanku. Tak pernah terbersit sesal setelah menetap ditempat ini… sijnul fithri
Salam untuk kakak senior yang telah memberikan suggest untuk nama asrama santri menjadi sijnul fithri, saya lupa namanya. 😛